Kuantanxpress id- Indragiri Hulu – Penanganan perkara perusakan kebun sawit seluas 20 hektar di Desa Penyaguan, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, mendapat sorotan tajam.
Kasus yang awalnya dilaporkan secara resmi ke Polres Inhu pada Mei 2025 itu kini dihentikan oleh penyidik dengan dalih telah ditempuh penyelesaian melalui Restorative Justice (RJ).
Kasus bermula pada Sabtu, 10 Mei 2025, saat dua pria bernama Simamora dan Fauzi tertangkap tangan tengah merobohkan puluhan pohon sawit menggunakan mesin chainsaw di atas lahan milik warga.
Kedua pelaku mengaku hanya menjalankan perintah dari seseorang bernama David Nainggolan, yang kemudian menyebut perintah itu datang dari Manahara Napitupulu, seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau.
Fakta ini menambah kompleksitas kasus. Pasalnya, Manahara tidak hanya disebut sebagai pemberi perintah, namun juga diduga memiliki kepentingan langsung dalam konflik lahan yang dilaporkan oleh warga.
Warga pemilik kebun merasa sangat dirugikan dan menunjuk kuasa hukum, Chaerul Salim, untuk melaporkan kasus tersebut. Laporan resmi disampaikan ke Polres Inhu pada Minggu, 11 Mei 2025, lengkap dengan dokumen kepemilikan lahan dan bukti kerusakan fisik.
Namun, pada awal Agustus, pihak pelapor mendapat salinan surat penghentian penyelidikan dari kepolisian yang menyatakan bahwa perkara telah diselesaikan secara RJ, sebagaimana diatur dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP.
Kuasa hukum pelapor, Chaerul Salim, menyatakan keberatan keras atas keputusan tersebut dan mempertanyakan integritas serta prosedur penghentian perkara.
“Kami tidak pernah diundang, tidak pernah dimediasi, dan tidak ada proses formal RJ yang melibatkan korban. Keputusan ini sangat sepihak, dan kami menduga ada intervensi kekuasaan,” kata Chaerul, Selasa (5/8/2025).
Ia menilai penerapan Restorative Justice tidak semestinya digunakan dalam kasus dengan kerugian masif dan tanpa itikad baik dari pelaku.
Chaerul menyebut pihaknya tengah menyiapkan laporan lanjutan ke Propam Polda Riau dan bahkan mempertimbangkan untuk mengadu ke Mabes Polri, jika ditemukan unsur pelanggaran prosedur maupun tekanan dari pihak tertentu.
“Ini bukan sekadar soal pohon sawit. Ini menyangkut hak ekonomi rakyat kecil dan soal integritas penegakan hukum. Jika benar ada keterlibatan anggota dewan dalam praktik intimidasi atau pengrusakan, maka ini harus diusut tuntas,” tegasnya.
Saat dikonfirmasi, Kanit Reskrim Polres Indragiri Hulu, AIPDA Jetendra, SH, mewakili Kasat Reskrim AKP Arthur Joshua Toreh, menyatakan bahwa laporan memang telah dihentikan karena belum ditemukan adanya unsur pidana.
“Sesuai dengan surat penghentian penyelidikan, belum ditemukan peristiwa pidana. Proses RJ dianggap telah memenuhi unsur yang ditentukan,” ujarnya, Selasa (5/8/2025).
Kasus ini menjadi alarm keras bagi praktik penegakan hukum di daerah, khususnya dalam penerapan Restorative Justice yang dikhawatirkan disalahgunakan untuk melindungi kepentingan elit tertentu.
Warga dan aktivis hukum mendesak Kapolda Riau dan lembaga pengawas internal Polri untuk segera turun tangan meninjau ulang kasus ini secara menyeluruh.