Ketua Dewan Pembina ASWIN dan Ketua Umum GAWARIS Mengecam Keras Pernyataan Ketua Dewan Pers Tentang Wartawan Bodrex.

Blog38 Dilihat

Kuantanxpress.id- Jakarta – Ketua Dewan Pers Prof. Dr. Komaruddin Hidayat dalam Rapat Kerja bersama Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 7 Juli 2025 menjelaskan bahwa wartawan bodrex itu preman dalam bentuk lain yang menggunakan kartu anggota palsu. Akibat pengangguran dan kebebasan bermedsos, banyak orang di daerah dengan mudah membuat kartu nama lalu mengklaim diri sebagai wartawan online. Padahal mereka tidak punya kompetensi dan tidak terdaftar secara resmi di Dewan Pers. Pernyataan ini yang mengudang reaksi kecaman keras dari berbagai tokoh dan elemen insan pers nasional. Mereka menilai pernyataannya sebagai penghinaan dan pelecehan terhadap para wartawan dan pewarta di seluruh Indonesia.

“Ucapan Komaruddin itu ngawur dan dangkal tanpa dasar hukum, sebaiknya dia belajar dulu, mengkaji dan memahami UU Pers No.40 Tahun 1999 secara seksama. Ingat dan catat bahwa tidak ada klausul satupun didalam UU Pers yang mewajibkan Organisasi Wartawan, Perusahan Pers atau Wartawan harus terdaftar di Dewan Pers !”, tegas Aceng Syamsul Hadie, S.Sos., MM. selaku Ketua Dewan Pembina DPP ASWIN Asosiasi Wartawan Internasional (Kamis,10/07/2025).

Aceng menerangkan dengan jelas bahwa didalam UU Pers tersebut TIDAK ada kewajiban baik wartawan, perusahaan pers maupun organisasi wartawan untuk mendaftar ke dewan pers, justru sebaliknya bahwa dewan pers yang mempunyai tugas untuk mendata, sesuai amanat UU Pers No 40/1999 Pasal 15 ayat 2 huruf g bahwa tugas Dewan Pers adalah mendata perusahaan pers BUKAN perusahaan pers yang mendaftar.

Di tempat terpisah, pernyataan Komaruddin itu mengundang reaksi dan kecaman juga dari Ketua Umum GAWARIS (Gabungan Wartawan Indonesia Satu).

“Sebaiknya Komaruddin kalau bicara jangan ngelantur tanpa dasar hukum yang kuat, yang berakibat mengundang perpecahan insan pers nasional, seakan perusahan pers yang terdaftar di dewan pers dengan perusahaan diluar terdaftar legalitas hukumnya berbeda, pernyataan ini bahaya dan provokatif”, ungkap Asep Suherman SH. selaku Ketua Umum GAWARIS.

Sebagai gambaran Asep menerangkan bahwa saat diakhir jabatan Dr. Ninik Rahayu mantan ketua dewan pers menyebutkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pada waktu lahir tidak mengenal pendaftaran bagi perusahaan pers. Ninik mengatakan dengan tegas bahwa setiap orang dapat mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke lembaga mana pun, termasuk ke Dewan Pers. (dikutip dari prolinknews 04/04/2024).

Aceng Syamsul Hadie menyarankan bahwa diawal jabatan ketua dewan pers yang baru sebaiknya Komaruddin melakukan evaluasi internal orgsnisasi. Silahkan perhatikan bahwa jumlah seluruh organisasi wartawan di Indonesia kuang lebih 55 orgsnisasi yang memiliki legalitas dari Kementrian Hukum dan Ham, yang masuk terdaftar di dewan pers hanya 11 organisasi (kelompok minoritas 20 persen), sedang sebagian besar (kelompok mayoritas 80 persen) lebih dari 40 organisasi menolak untuk masuk dan mendaftar ke Dewan Pers. Ada apa dan mengapa terjadi seperti itu? Kemana manfaat dana ratusan milyar yang dikucurkan dari pemerintah ke dewan pers, tapi justru kekuatan insan pers nasional malah terpecah dan runtuh?

“Silahkan evaluasi internal organisasi dewan pers dan kalau perlu mari duduk bersama untuk membuka saran pendapat dengan organisasi wartawan yang mayoritas 80 persen yang diluar dewan pers, bagaimana menjalankan fungsi dewan pers dengan baik yaitu melindungi kemerdekaan pers dan mengembangkan kehidupan pers serta membangun ekosistem pers yang sehat dan harmonis sebagaimna amanat UU Pers No. 40 Tahun 1999”, pungkas Aceng Syamsul Hadie.[]

(Tim Redaksi)