kuantanxpress.id, Morowali, Sulawesi Tengah –PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) terus menunjukkan peran strategisnya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya di wilayah timur. Sejak berdiri pada tahun 2013, kawasan industri ini telah menjelma menjadi salah satu pusat pengolahan nikel terbesar di Tanah Air, sekaligus menjadi motor penggerak pembangunan daerah.
Dengan total nilai investasi mencapai Rp 550 triliun, IMIP menjadi magnet bagi investor dalam dan luar negeri dalam pengembangan industri hilirisasi nikel. Produk seperti stainless steel dan bahan baku baterai kendaraan listrik menjadi hasil utama dari kawasan ini.
“IMIP menyumbang hampir 50% dari total produksi pengolahan nikel nasional. Ini merupakan bukti bahwa hilirisasi membawa nilai tambah yang signifikan bagi perekonomian,” ujar salah satu pejabat dalam seminar nasional industri (Liputan6, 2024).
Saat ini, lebih dari 84.000 tenaga kerja telah terserap di kawasan tersebut, sebagian besar merupakan warga lokal Sulawesi Tengah. PT IMIP juga aktif memberikan pelatihan kerja serta beasiswa pendidikan sebagai bagian dari program pemberdayaan masyarakat.
Selain dampak langsung dalam penciptaan lapangan kerja, keberadaan IMIP juga menghidupkan ribuan usaha kecil dan menengah (UMKM) di sekitar kawasan. Warung, kos-kosan, jasa laundry, transportasi, dan berbagai sektor lainnya turut mengalami peningkatan omset. Perputaran uang mencapai Rp 300 miliar per bulan, dan PAD Kabupaten Morowali meningkat dari Rp 181 miliar menjadi Rp 586 miliar dalam beberapa tahun terakhir.
Fasilitas umum juga dibangun sebagai bagian dari komitmen tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), di antaranya: bandara kecil, rumah sakit, sekolah, pelatihan kerja, dan infrastruktur jalan.
Meski demikian, PT IMIP menyadari bahwa pembangunan industri harus diiringi dengan perhatian terhadap keselamatan kerja dan lingkungan hidup. Isu polusi, banjir, insiden kerja, dan keterlibatan tenaga kerja asing (TKA) menjadi tantangan yang terus direspons oleh manajemen dan pemerintah.
“Pertumbuhan ekonomi yang inklusif harus selaras dengan perlindungan lingkungan dan hak-hak pekerja,” tegas Firdaus, dosen lingkungan Universitas Tadulako.
Pemerintah daerah dan pusat berkomitmen untuk terus mengawasi aktivitas industri agar sejalan dengan prinsip berkelanjutan dan berpihak kepada masyarakat lokal.(*dn)