Rizki Aulia,SE,MM : APBD Pasbar Butuh Reformasi Struktural, Bukan Tambal Sulam Anggaran

Blog172 Dilihat
Teks Foto: Rizki Aulia, S.E., M.M., anggota Komisi II DPRD Pasaman Barat

Pasaman Barat (Sumbar), | Kuantan Xpress.id (Kamis 29 Mei 2025) – Ketika tunda bayar melanda kegiatan, banyak OPD dan saldo kas daerah hanya menyisakan Rp400 juta di akhir tahun 2024, kita tidak sedang menghadapi sekadar masalah teknis fiskal. Kita sedang berada dalam pusaran kegagalan sistemik. Kegagalan yang lahir dari buruknya tata kelola dan lemahnya keberanian kita mengakui kekeliruan kebijakan.

Sebagai anggota DPRD Pasaman Barat sekaligus mahasiswa program doktoral Manajemen, saya memandang bahwa kondisi keuangan daerah saat ini tidak cukup hanya dijawab dengan solusi administratif, seperti menunggu pergeseran anggaran atau menebalkan DPPA. Kita butuh bedah struktural terhadap logika pengelolaan keuangan daerah.

Bukan Sekadar Anggaran, Tapi Cermin Gagalnya Manajemen Strategis Daerah
APBD bukan sekadar dokumen keuangan, tapi cerminan arah strategis pembangunan daerah. Ketika penyusunan anggaran disusun tanpa evidence-based budgeting, dan hanya mengejar penyelesaian siklus tahunan, maka hasilnya adalah: tumpang tindih program, asumsi pendapatan yang mengambang, serta belanja yang tidak produktif.

Dalam disiplin strategic management, kita diajarkan bahwa perencanaan yang baik harus dimulai dari diagnosis masalah dan pembacaan konteks secara akurat. Tapi apa yang kita lihat hari ini? Asumsi PAD yang overoptimistik, kebijakan belanja yang seragam lintas OPD, dan ketidakhadiran evaluasi kinerja berbasis output. Saya mendapati banyak OPD menyusun program hanya karena ‘harus ada kegiatan’, bukan karena kegiatan itu benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat.

Tunda Bayar: Gambaran dari Ketidaksiapan Fiskal.

Tunda bayar sebesar Rp43,38 miliar ini tidak muncul tiba-tiba. Ini hasil dari serangkaian kesalahan, mulai dari asumsi pendapatan yang tidak realistis, manajemen risiko fiskal yang absen, hingga budaya belanja yang masih bersifat “target penyerapan” bukan “target manfaat.”

Tak hanya itu, hasil audit BPK juga mengungkap bahwa utang belanja daerah hingga akhir 2024 mencapai Rp89,4 miliar, lebih besar dari tunda bayar yang diakui. Ini berarti ada beban masa lalu yang terselip, tidak pernah diungkap secara transparan kepada publik maupun DPRD secara utuh.

Analisis Ilmiah: Kegagalan pada Tiga Level Manajemen

Dari sudut pandang teori manajemen publik, kita bisa mendeteksi tiga kegagalan utama:

1. Gagal dalam Strategic Budgeting

Anggaran dirancang bukan berdasarkan prioritas jangka menengah, tetapi sekadar mengakomodir keinginan lintas OPD dan fungsi-fungsi politik tahunan.

2. Gagal dalam Risk Anticipation

Tidak ada model prediktif yang mampu memetakan risiko penurunan pendapatan daerah maupun efek belanja simultan menjelang akhir tahun.

3. Gagal dalam Value-Based Spending

Belanja publik masih didorong oleh logika “habiskan dana”, bukan “hasilkan manfaat”. Ini bertentangan dengan prinsip performance-based budgeting yang semestinya kita terapkan sejak lama

TPP ASN: Gejala Krisis Kepercayaan Institusional

Ketika TPP hanya teranggarkan untuk 10 bulan, dan THL hanya dibayar hingga pertengahan tahun, kita sedang menyaksikan erosi moral aparatur sipil kita. Mereka kehilangan kepercayaan terhadap sistem. Dalam organizational behavior, kepercayaan (trust) adalah pondasi loyalitas dan kinerja. Maka tak heran bila terjadi turnover intention, apatisme birokrasi, bahkan munculnya praktik “menunggu proyek” yang tidak produktif.

Solusi Jangka Menengah: Bangun Ekosistem Manajemen Kinerja dan Risiko

Saya mengusulkan 5 reformasi utama berbasis keilmuan manajemen strategis dan keuangan publik:

1. Rancang Ulang Sistem Anggaran Menjadi Berbasis Kinerja (Performance-Based Budgeting)

Setiap rupiah yang dikeluarkan harus berujung pada output yang terukur, bukan hanya laporan fisik formalitas.

2. Bangun Dashboard Kinerja Fiskal Interaktif Berbasis Digital

Pemkab dan DPRD harus memiliki real-time fiscal dashboard agar mampu mendeteksi risiko fiskal dan menyesuaikan kebijakan sejak dini.

3. Bentuk Komite Strategis Anggaran Daerah

Komite lintas aktor yang berisi TAPD, DPRD, dan unsur akademisi lokal untuk merumuskan arah belanja strategis daerah lima tahunan, bukan hanya tahunan.

4. Kembangkan “Early Warning System” Keuangan Daerah

Dengan pendekatan data analytics, potensi defisit, gagal bayar, atau turunnya PAD bisa dideteksi lebih awal dan ditindak dengan mekanisme adaptif.

5. Evaluasi dan Rotasi Berdasarkan Kinerja, Bukan Kedekatan

Penerapan prinsip meritokrasi dalam manajemen ASN dan OPD mutlak diperlukan agar kita keluar dari siklus “manusia lama di kursi lama dengan masalah yang sama.”

Penutup: Ilmu Tanpa Aksi adalah Teori Kosong, Politik Tanpa Akal adalah Populisme Murahan

Sebagai politisi muda yang meniti jalan dari ruang kuliah dan ruang sidang, saya percaya, ilmu dan kebijakan harus disatukan. DPRD bukan hanya tempat menyetujui anggaran, tapi juga laboratorium ide untuk membangun masa depan.

“Kita harus berani berkata: cukup sudah siklus tambal sulam. Mari kita bangun Pasaman Barat dengan tata kelola berbasis ilmu, data, dan kejujuran pada realitas.”

Penulis: Rizki Aulia, S.E., M.M
(Anggota Komisi II DPRD Pasaman Barat
Mahasiswa Doktoral Manajemen)

Teks Foto: Rizki Aulia, S.E., M.M., anggota DPRD Pasaman Barat