Sisi Lain Tambang Emas Gunung Botak: Antara Harapan dan Ancaman Lingkungan
Oleh: Amirudin Soamole
Kepala Perwakilan Kuantanxpress.id Provinsi Maluku
Harapan yang Berbalik Menjadi Ancaman
Gunung Botak di Kabupaten Buru, Maluku, sejak lama dikenal sebagai ladang emas yang menjanjikan. Bagi sebagian masyarakat, tambang emas ini dianggap sebagai jalan pintas menuju kesejahteraan, lebih menggiurkan dibandingkan profesi sebagai petani atau buruh pabrik. Kisah-kisah kesuksesan penambang kerap menjadi daya tarik bagi warga sekitar dan daerah tetangga.
Namun, di balik kilauan emas yang menggoda, ada sisi gelap yang jarang terungkap. Aktivitas penambangan ilegal di Gunung Botak telah memicu berbagai permasalahan, mulai dari kerusakan lingkungan yang parah, konflik sosial, hingga dugaan keterlibatan oknum aparat dalam melindungi aktivitas ilegal. Lebih dari sekadar tambang emas, Gunung Botak telah berubah menjadi arena permainan bagi berbagai kepentingan yang seringkali mengabaikan kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.
Lingkungan yang Terkorbankan
Dampak lingkungan dari aktivitas tambang ini begitu nyata. Hutan yang dulu hijau kini berubah menjadi lahan gundul, sungai-sungai yang dulunya jernih kini tercemar limbah kimia berbahaya. Salah satu masalah terbesar adalah penggunaan bahan beracun seperti merkuri dan sianida dalam proses penambangan. Bahan-bahan ini tidak hanya mencemari air dan tanah, tetapi juga membawa dampak buruk bagi kesehatan masyarakat.
Di banyak wilayah tambang, pencemaran air telah menyebabkan berbagai penyakit, mulai dari gangguan kulit hingga masalah pernapasan. Ironisnya, para penambang liar seringkali tidak memiliki kesadaran atau sumber daya untuk mengelola limbah dengan benar. Akibatnya, pencemaran terus meningkat tanpa ada pihak yang bertanggung jawab.
Jika tambang ini benar-benar memberikan keuntungan bagi masyarakat, mengapa mereka justru harus hidup dalam kondisi lingkungan yang semakin rusak dan kesehatan yang terancam?
Jalur Gelap Peredaran B3 dan Dugaan Keterlibatan Oknum Aparat
Penggunaan bahan beracun dalam industri tambang seharusnya diawasi secara ketat oleh pemerintah. Namun, kenyataannya, bahan-bahan ini justru beredar secara ilegal dengan mudah di Kabupaten Buru. Beberapa laporan bahkan mengindikasikan adanya keterlibatan oknum aparat dalam melindungi jalur distribusi bahan kimia berbahaya ini.
Beberapa modus operandi yang sering terjadi antara lain:
1. Pengawalan Distribusi Ilegal – Bahan beracun diangkut menggunakan kendaraan yang dikawal oleh oknum tertentu agar tidak terkena razia.
2. Kebocoran Informasi Razia – Para pengedar mendapatkan informasi lebih awal tentang razia sehingga bisa menghindari penyitaan barang.
3. Pungutan Liar dan “Setoran Keamanan” – Pengedar B3 ilegal diduga membayar sejumlah uang kepada oknum tertentu agar bisnis mereka tetap berjalan lancar.
Dugaan keterlibatan oknum aparat dalam melindungi bisnis ilegal ini bukanlah hal baru. Namun, membongkar jaringan ini bukan perkara mudah. Ada simbiosis saling menguntungkan antara para pelaku, sehingga membuat penegakan hukum menjadi sulit dan berbelit.
Siapa yang Paling Dirugikan?
Dampak dari maraknya tambang ilegal ini paling dirasakan oleh masyarakat sekitar. Mereka tidak hanya harus menghadapi kerusakan lingkungan, tetapi juga ancaman kesehatan yang semakin serius. Anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang tercemar, sementara sektor ekonomi tradisional seperti pertanian dan perikanan semakin terpuruk akibat pencemaran air dan tanah.
Selain itu, konflik sosial juga menjadi konsekuensi yang tidak terhindarkan. Perebutan lahan, persaingan antar kelompok penambang, hingga bentrokan dengan aparat sering kali terjadi. Kondisi ini menambah penderitaan masyarakat yang seharusnya bisa hidup dalam lingkungan yang aman dan sejahtera.
Solusi yang Diharapkan
Melihat kompleksitas permasalahan di Gunung Botak, diperlukan langkah-langkah konkret untuk mengatasinya:
1. Penegakan Hukum yang Tegas – Pemerintah harus bertindak lebih serius dalam menangani peredaran bahan kimia berbahaya serta menindak tegas oknum yang terbukti melindungi aktivitas ilegal.
2. Transparansi dalam Pengawasan Tambang – Perlu adanya pengawasan ketat dari pihak independen untuk memastikan tidak ada lagi praktik tambang ilegal yang merusak lingkungan.
3. Edukasi dan Alternatif Ekonomi – Masyarakat harus diberikan pemahaman tentang bahaya penggunaan B3 serta didorong untuk beralih ke mata pencaharian yang lebih ramah lingkungan.
Jika tidak ada tindakan nyata dari pemerintah dan aparat penegak hukum, maka tambang emas Gunung Botak akan terus menjadi sumber bencana bagi masyarakat Kabupaten Buru. Harapan akan kesejahteraan yang pernah dijanjikan, pada akhirnya, hanya akan berubah menjadi mimpi yang berujung pada kehancuran lingkungan dan penderitaan berkepanjangan.
Semoga Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, bisa segera keluar dari jerat permasalahan ini. Aamiin.